Rabu, 16 November 2011



Mau NARSIS ato PERCAYA DIRI ?



            ABSTRAK






Pada perkembangan lingkungan sosial yang dinamis, kadang kita sering mendengar istilah narsis yang agak bergeser dari makna sesungguhnya. Narsis dalam bahasa gaul, menunjuk pada gaya humor antar individu yang berfungsi untuk mendorong kepercayaan diri dan penilaian diri positif, baik pada si subjek atau lawan bicaranya. Padahal seorang yang narsis punya tolok ukur yang tidak rasional-proporsional dalam menilai dirinya, baik secara individual maupun dalam interaksi sosial.
Meskipun gangguan kepribadian narsistik mungkin tampak seperti memiliki kepercayaan diri atau harga diri yang kuat, itu tidak sama. Gangguan kepribadian narsisistik melintasi batas normal kepercayaan dan harga diri dengan berpikir begitu tinggi dari diri sendiri. Sebaliknya, orang yang memiliki keyakinan yang sehat dan harga diri tidak menghargai diri mereka sendiri lebih dari mereka menghargai oranglain.

Bila seseorang memiliki gangguan kepribadian narsisistik, kemungkinan tampil sombong, sering memonopoli percakapan, meremehkan atau memandang rendah orang-orang yang dianggap lebih rendah, merasa paling berhak. Dan ketika tidak menerima perlakuan khusus yang dirasa berhak diperoleh penderita,  penderita menjadi sangat tidak sabar atau marah. Penderita juga mencari orang lain yang dipikir memiliki bakat khusus yang sama, kekuasaan dan sifat - orang yang penderita lihat setara. Penderita mungkin berusaha keras untuk memiliki "yang terbaik" dari segala sesuatu - mobil terbaik, klub olahraga, perawatan medis atau lingkungan sosial, misalnya. Tapi di balik semua "kemegahan" ini seringkali terdapat harga diri yang rapuh. Penderita kesulitan menangani apa pun yang dapat dianggap sebagai kritik. Jika penderita dikritik ia merasa malu dan terhina dan seolah rahasianya dibuka. Dan dalam rangka untuk membuat diri penderita merasa lebih baik, penderita biasanya bereaksi dengan marah atau penghinaan dan upaya untuk meremehkan orang lain untuk membuat diri tampak lebih baik.

Seseorang yang narsis memposisikan dirinya sebagai objek, sementara seseorang yang percaya diri memposisikan dirinya sebagai subjek. Seorang yang percaya diri tidak terlalu risau dengan ataupun tanpa pujian orang lain karena kelebihan fisik yang dimiliki, dirasakan sebagai anugerah Tuhan yang selalu disyukuri. Seseorang yang percaya diri lebih fokus kepada “kompetensi diri” ketimbang penampilan fisik.

PENDAHULUAN
Pada masa kini, narsisme atau lebih sering disebut narsis, menjadi semacam ejekan yang dipakai untuk menyebutkan perilaku orang yang sangat senang melihat gambar wajahnya terpampang di media umum. Padahal, setiap orang (rasanya) pasti senang melihat gambar wajahnya sendiri.
Foto sana foto sini sambil gaya sana gaya sini … itulah gejala yang sering di alami saat ini bahkan udah mulai menyebar dengan luas layaknya flu babi..
yup narsisisme ato narsisme ato yang biasa di dengar dengan sebutan yang udah gak asing lagi di telinga kita " narsis lo …!!!!" ternyata ada sejarahnya lho …jadi jangan asal narsis ato ngatain orang narsis kalo emang lum tau sejarahnya.just share aja biar semuanya ngerti n tau sejarah nya
Tapi biar menjadi bahan ejekan, tetap saja orang senang tampil saat ada sesi pemotretan atau syuting film. Lihat saja, saat akan dipotret, biasanya orang ramai-ramai bergerombol di depan sang fotografer. Bila bukan acara resmi, maka setiap orang tampil dengan gaya masing-masing. Mulai dari yang jaim (jaga image) sampai yang dengan sengaja tampil norak. Tapi yang pasti, semua tak mau tertutup oleh yang lain, sehingga tak terlihat saat difoto.

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Gangguan Kepribadian adalah pola-pola perilaku maladaptive yang sifatnya kronis, dan sepenuhnya tidak merasakan gangguan (Meyer dan Salmon, 1984). Beberapa ciri lain gangguan kepribadian antara lain adalah kepribadian menjadi tidak fleksibel, tidak wajar atau tidak dewasa dalam menghadapi stres dalam memecahkan masalah. Mereka umumnya tidak kehilangan kontak dengan realitas dan tidak menunjukkan kekacauan perilaku yang mencolok seperti pada penderita narsistik. Penderitaan ini biasanya dialami oleh para remaja dan dapat berlangsung sepanjang hidup ( Atkinson dkk., 1992).
Gangguan kepribadian narsissistik (narcissistic personality disorder) atau cinta pada diri sendiri digambarkan sebagai orang yang memiliki rasa kepentingan diri yang melambung (gradiositas) dan dipenuhi khayalan-khayalan sukses bahkan saat prestasi mereka biasa saja, jatuh cinta pada dirinya sendiri karena merasa mempunyai diri yang unik, selalu mencari pujian dan perhatian, serta tidak peka terhadap kebutuhan orang lain, malahan justru seringkali mengeksplorasinya. ( Atkinson dkk., 1992). Dan mereka juga beranggapan bahwa dirinya spesial dan berharap mendapatkan perlakuan yang khusus pula. Oleh karena itu, mereka sangat sulit atau tidak dapat menerima kritik dari orang lain. Mereka selalu ingin mengerjakan sesuatu sesuai dengan cara yang sudah mereka tentukan dan seringkali ambisius serta mencari ketenaran. Sikap mereka ini mengakibatkan hubungan yang mereka miliki biasanya rentan (mudah pecah) dan mereka dapat membuat orang lain sangat marah karena penolakan mereka untuk mengikuti aturan yang telah ada. Mereka juga tidak mampu untuk menampilkan empati, kalaupun mereka memberikan empati atau simpati, biasanya mereka memiliki tujuan tertentu untuk kepentingan diri mereka sendiri, atau dengan kata lain mereka bersifat self-absorbed.
Meski mereka berbagi ciri tertentu dengan kepribadian histrionik, seperti tuntutan untuk menjadi pusat perhatian, mereka memiliki pandangan yang jauh lebih membanggakan tentang diri mereka sendiri dan kurang melodramatik dibanding orang dengan kepribadian histrionik. Label gangguan kepribadian ambang (BPD) terkadang dikenakan pada mereka, namun orang dengan kepribadian narsistik umumnya dapat mengorganisasi pikiran dan tindakan mereka dengan lebih baik. Mereka cenderung lebih berhasil dalam karier mereka dan lebih bisa meraih posisi dengan status tinggi dan kekuasaan. Hubungan mereka juga cenderung lebih stabil dibanding dengan orang BPD.
Gangguan kepribadian narsistik ditemukan kurang dari 1% dalam populasi umum (APA, 2000). Walaupun lebih dari setengah orang yang didiagnosis dengan gangguan ini adalah laki-laki, kita tidak dapat mengatakan bahwa ada perbedaan gender yang mendasar pada tingkat prevalensi dalam populasi umum. Derajat tertentu dari narsisme dapat mencerminkan penyesuaian diri yang sehat akan rasa tidak aman, sebuah tameng akan kritik dan kegagalan, atau motif untuk berprestasi (Goleman, 1988). Kualitas narsistik yang berlebihan dapat menjadi tidak sehat, terutama bila kelaparan akan pemujaan yang menjadi keserakahan.
B. CIRI-CIRI GANGGUAN
Gangguan kepribadian ini ditandai dengan ciri-ciri berupa perasaan superior bahwa dirinya adalah paling penting, paling mampu, paling unik, sangat eksesif untuk dikagumi dan disanjung, kurang memiliki empathy, angkuh dan selalu merasa bahwa dirinya layak untuk diperlakukan berbeda dengan orang lain, serta masih banyak lagi (DSM-IV). Perasaan-perasaan tersebut mendorong mereka untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan cara apapun juga.
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders – Fourth Edition) individu dapat dianggap mengalami gangguan kepribadian narsissistik jika ia sekurang-kurangnya memiliki 5 (lima) dari 9 (sembilan) ciri kepribadian sebagai berikut:
1. Merasa Diri Paling Hebat
Jika seseorang merasa dirinya paling hebat/penting (bedakan dengan orang yang benar-benar hebat atau penting) maka ia tidak akan malu-malu untuk memamerkan apa saja yang bisa memperkuat citranya tersebut. Selain itu untuk mendukung citra atau image yang dibentuknya sendiri, individu rela menggunakan segala cara. Oleh karena itu ketika orang tersebut berhasil memperoleh gelar (tanpa mempedulikan bagaimana cara memperolehnya) maka ia tidak akan segan atau malu-malau untuk memamerkannya kepada orang lain. Bagi mereka hal ini sangat penting agar orang lain tahu bahwa ia memang orang yang hebat. Tidak heran cara-cara seperti mengirimkan ucapan selamat atas gelar yang diperoleh secara instant (dibeli) di koran-koran oleh “diri sendiri” dianggap bukan suatu hal yang aneh. Merasa diri paling hebat namun seringkali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki (has a grandiose sense of self-important). Ia senang memamerkan apa yang dimiliki termasuk gelar (prestasi) dan harta benda.
2. Seringkali memiliki rasa iri pada orang lain atau menganggap bahwa orang lain iri kepadanya (is often envious of others or believes that others are envious of him or her).
3. Fantasi Kesuksesan & Kepintaran
Dipenuhi dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan atau cinta sejati (is preoccupied with fantasies of unlimited success, power, briliance, beauty, or ideal love).
Pintar dan sukses memang adalah impian setiap orang. Meski demikian hanya sedikit orang yang bisa mewujudkan impian tersebut. Pada individu pembeli gelar sangatlah mungkin mereka menganggap bahwa kesuksesan yang telah mereka capai (cth: punya jabatan) belum cukup jika tidak diikuti dengan gelar akademik yang seringkali dianggap sebagai simbol “kepintaran” seseorang. Sayangnya untuk mencapai hal ini mereka seringkali tidak memiliki modal dasar yang cukup karena adanya berbagai keterbatasan seperti tidak punya latarbelakang pendidikan yang sesuai, tidak memiliki kemampuan intelektual yang bagus atau tidak memiliki waktu untuk sekolah lagi. Hal ini membuat mereka memilih jalan pintas dengan cara membeli gelar sehingga terlihat bahwa dirinya telah memiliki kesuksesan dan kepintaran (kenyataannya hal tersebut hanyalah fantasi karena gelar seharusnya diimbangi dengan ilmu yang dimiliki).
4. Sangat Ingin dikagumi (requires excessive admiration).
Pada umumnya para pembeli gelar adalah para individu yang sangat terobsesi untuk dikagumi oleh orang lain. Oleh karena itu mereka berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan “simbol-simbol” yang dianggap menjadi sumber kekaguman, termasuk gelar akademik. Obsesi untuk memperoleh kekaguman ini sayangnya seringkali tidak seimbang dengan kapasitas (kompetensi) diri sang individu tersebut (cth: tidak memenuhi syarat jika harus mengikuti program pendidikan yang sesungguhnya). Akhirnya dipilihlah jalan pintas demi mendapatkan simbol kekaguman tersebut.
5. Kurang empati (lacks of empathy: is unwilling to recognize or identify with the feelings and needs of others).
Para pembeli gelar pastilah bukan orang yang memiliki empati, sebab jika mereka memilikinya maka mereka pasti tahu bagaimana perasaan para pemegang gelar asli yang memperoleh gelar tersebut dengan penuh perjuangan. Jika mereka memiliki empati pastilah mereka dapat merasakan betapa sakit hati para pemegang gelar sungguhan karena kerja keras mereka bertahun-tahun disamakan dengan orang yang hanya bermodal uang puluhan juta rupiah.
6. Merasa Layak Memperoleh Keistimewaan (has a sense of entitlement).
Setiap individu yang mengalami gangguan kepribadian narsissistik merasa bahwa dirinya berhak untuk mendapatkan keistimewaan. Karena merasa dirinya istimewa maka dia tidak merasa bahwa untuk memperoleh sesuatu dia harus bersusah payah seperti orang lain. Oleh karena itu mereka tidak merasa risih atau pun malu jika membeli gelar karena bagi mereka hal itu merupakan suatu keistimewaan yang layak mereka dapatkan.
7. Angkuh dan Sensitif Terhadap Kritik (shows arrogant, haughty behavior or attitudes).
Pada umumnya para penyandang gelar palsu sangat marah dan benci pada orang-orang yang mempertanyakan hal-hal yang menyangkut gelar mereka. Bagi mereka, orang-orang yang bertanya tentang hal itu dianggap sebagai orang-orang yang iri atas keberhasilan mereka. Jadi tidaklah mengherankan jika anda bertanya pada seseorang yang membeli gelar tentang ilmu atau tesis atau desertasinya maka ia akan balik bertanya bahkan menyerang anda sehingga permasalahan yang ditanyakan tidak pernah akan terjawab. Bahkan mereka akan menghindari pembicaraan yang menyangkut hal-hal akademik.
8. Kepercayaan Diri yang Semu
Jika dilihat lebih jauh maka rata-rata individu yang mengambil jalan pintas dalam mendapatkan sesuatu yang diinginkan seringkali disebabkan karena rasa percaya dirinya yang semu. Di depan orang lain mereka tampak tampil penuh percaya diri namun ketika dihadapkan pada persoalan yang sesungguhnya mereka justru menarik diri karena merasa bahwa dirinya tidak memiliki modal dasar yang kuat. Para individu yang membeli gelar umumnya adalah mereka yang takut bersaing dengan para mahasiswa biasa. Mereka kurang percaya diri karena merasa bahwa dirinya tidak mampu, tidak memenuhi persyaratan dan takut gagal. Daripada mengikuti prosedur resmi dengan risiko kegagalan yang cukup tinggi (hal ini sangat ditakutkan oleh para individu narsisistik) maka lebih baik memilih jalan pintas yang sudah pasti hasilnya.
9. Yakin bahwa dirinya khusus, unik dan dapat dimengerti hanya oleh atau harus dengan orang atau institusi yang khusus atau memiliki status tinggi.
Secara sains tidak ditemukan sebab-sebab yang sifatnya mengungkapkan narsistik. tapi banyak riset yang mengungkapkan bahwa ada faktor tertentu yang menandakan bahwa seseorang itu memiliki gangguan kepribadian narsistik antara lain:
1.                   merasa dirinya sangat penting dan ingin dikenal oleh orang lain
2.                   merasa diri unik dan istimewa
3.                   Suka dipuji dan jika perlu memuji diri sendiri
4.                   kecanduan difoto atau di shooting
5.                   suka berlama lama di depan cermin
6.                   kebanggan berlebih
7.                   Eksploitatif secara interpersonal(is interpersonally exploitative), yaitu mengambil keuntungan dari orang lain demi kepentingan diri sendiri.
8.                   Perilaku congkak/ sombong.
Membedakan gangguan kepribadian narsistik dengan gangguan lain.
Gangguan kepribadian borderline, histrionik, dan antisosial seringkali muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian narsistik. Hal ini mempersulit terapis untuk membedakan keempat gangguan tersebut. Individu dengan kepribadian narsisitik biasanya lebih rendah tingkat kecemasannya bila dibandingkan dengan individu borderline. Selain itu, kecenderungan untuk bunuh diri pun prevalensinya lebih besar pada individu borderline ketimbang narsisitik.
Pada kepribadian antisosial, mereka biasanya memiliki sejarah tingkah laku yang impulsif berkaitan dengan penggunaan alkohol dan zat-zat terlarang, serta seringkali mereka memiliki masalah dengan hukum. Sedangkan pada individu histrionik, mereka memiliki kecenderungan yang sama dengan individu narsisistik, terutama dalam hal hubungan interpersonal yang manipulatif dan tingkah laku memamerkan dan menunjukkan kelebihan yang mereka miliki.

Apakah narsis sama dengan “percaya diri” ? Beda !
Seseorang yang narsis memposisikan dirinya sebagai objek, sementara seseorang yang percaya diri memposisikan dirinya sebagai subjek. Seorang yang percaya diri tidak terlalu risau dengan ataupun tanpa pujian orang lain karena kelebihan fisik yang dimiliki, dirasakan sebagai anugerah Tuhan yang selalu disyukuri Seseorang yang percaya diri lebih fokus kepada “kompetensi diri” ketimbang penampilan fisik.
Ciri-ciri Self-Interest yang Normal Dibandingkan dengan Narsisme yang Self-Defeating.
Self-Interest yang Normal
Narsisme yang self-Defeating
Menghargai pujian, namun tidak membutuhkannya untuk menjaga self-esteem.Kadang-kadang terluka oleh kritik.Merasa tidak bahagia dalam menghadapi kegagalan namun tidak merasa tidak berhargaMerasa ”spesial” atau memiliki bakat unik.
Merasa nyaman dengan diri sendiri, bahkan saat orang lain mengkritik.
Menerima masa lalu secara logis, meski hal tersebut menyakiti dan dirasa tidak stabil untuk sementara.
Mempertahankan self-esteem dalam menghadapi ketidaksetujuan atau kritik.
Mempertahankan keseimbangan emosional meski kurangnya perlakuan khusus.
Empati dan peduli dengan perasaan orang lain.
Lapar akan pemujaan; memerlukan pujian agar dapat merasa baik akan dirinya sendiri untuk sementara.Merasa marah /hancur oleh kritik dan merasakan kesedihan yang mendalam.Memikul perasaan malu dan tidak berharga setelah mengalami kegagalan.Merasa lebih baik dari orang lain, dan meminta penghargaan akan kemampuannya yang tidak dapat dibandingkan.
Perlu dukungan terus-menerus dari orang lain untuk menjaga perasaan nyaman dan bahagia.
Berespon terhadap luka kehidupan dengan depresi atau kemarahan
Berespon terhdap ketidaksetujuan atau kritik dengan hilangnya self-esteem..
Merasa pantas mendapat perlakuan khusus dan menjadi sangat marah saat diperlakukannya dengan cara yang biasa.
Tidak sensitif terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain; mengeksploitasi orang lain sampai mereka puas.
Membandingkan self-interest yang ”normal” dan narsisme ekstrem yang self-defeating, pada titik tertentu, self interest mendorong keberhasilan dan kebahagiaan. Pada kasus yang lebih ekstrem, seperti pada narsisme, hal itu dapat merusak hubungan dan karier.
Orang dengan kepribadian narsistik cenderung terpaku pada fantasi akan keberhasilan dan kekuasaan, cinta yang ideal, atau pengakuan akan kecerdasan atau kecantikan. Mereka, seperti orang dengan kepribadian histrionik, mengejar karier dimana mereka bisa mendapatkan pemujaan, seperti modelling, acting, atau politik. Meski mereka cenderung membesar-besarkan prestasi dan kemampuan mereka, banyak orang dengan kepribadian narsistik yang cukup berhasil dalam pekerjaannya. Namun mereka iri dengan kepribadian orang yang lebih berhasil. Ambisi yang serakah membuat mereka mendedikasikan diri untuk bekerja tanpa lelah. Mereka terdorong untuk berhasil, bukan untuk mendapatkan uang melainkan untuk mendapatkan pemujaan yang menyertai kesuksesan.
Hubungan interpersonal selalu berantakan karena adanya tuntutan yang dipaksakan oleh orang dengan kepribadian narsistik kepada orang lain dan karena kurangnya empati serta kepedulian mereka terhadap orang lain. Mereka mencari pertemanan dengan para pemuja merek dan sering tampak penuh karisma.dan ramah serta dapat menarik perhatian orang. Namun minat mereka pada orang lain hanya bersifat satu sisi: Mereka mencari orang yang mau melayani minat mereka dan memelihara rasa self-importante mereka (Goleman,1988). Mereka memiliki perasaan berhak yang membuat mereka merasa bisa mengeksploitasi orang lain. Mereka memperlakukan pasangan seks mereka sebagai alat untuk kenikmatan mereka sendiri atau untuk mendukung self-esteem mereka.
Spencer A Rathus dan Jeffrey S. Nevid menyebutkan dalam bukunya, Abnormal Psychology (2000) bahwa orang yang Narcissistic memandang dirinya dengan cara yang berlebihan. Mereka senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian. Hal tersebut dapat berupa kekaguman yang berlebihan terhadap wajah sendiri atau dapat pula terhadap bagian tubuh tertentu seperti menyukai bentuk mata, bentuk bibir, betis dsb.Kebutuhan untuk diperhatikan dapat pula menjadikan seseorang rentan terhadap kekurangan fisik. Ada yang merasa sangat tidak nyaman gara gara jerawat “bandel”, ada merasa perlu dandan total, walaupun cuma mau ke pasar.
C. CONTOH KASUS
David berprofesi sebagai pengacara dan berusia awal 40an. Dia pertama kali datang mengunjungi psikolog untuk mengatasi mood negatifnya. Sejak awal pertemuan tampak bahwa David sangat menaruh perhatian pada penampilannya. Dia secara khusus menanyakan pendapat terapis mengenai baju setelan model terbaru yang dikenakannya dan juga sepetu barunya. David juga bertanya kepada terapis tentang mobil yang digunakan dan berapa banyak klien kelas atas yang ditangani oleh terapis tersebut. David sangat ingin memastikan bahwa dia sedang berhubungan dengan seseorang yang terbaik bidangnya. David bercerita tentang kesuksesannya dalam bidang akademis dan olahraga, tanpa mampu memberikan bukti apapun yang memastikan keberhasilannya. Selama bersekolah di sekolah hukum, dia adalah seorang work- aholic, penuh akan fantasi akan keberhasilannya hingga tidak memiliki waktu untuk isterintya. Setelah anak mereka lahir, David semakin sedikit menghabiskan waktu dengan keluarganya. Tidak lama setelah dia memliki pekerjaan yang mapan, David menceraikan isterinya karena tidak lagi membutuhkan bantuan ekonomi dario sang istri. Setelah perceraian tersebut, David memutuskan bahwa dia benar-benar bebas untuk menikmati hidupnya. Dia sangat suka menghabiskan uang untuk dirinya sendiri, misalnya dengan menghias apaartemennya dengan berbagai benda-benda yang sangat menarik perhatian. Dia juga seringkali berhubungan dengan wanita-wanita yang sangat menarik. Dalam pergaulannya, David merasa nyaman apabila dirinya menjadi pusat perhatian semua orang. Dia pun merasa nyaman ketika dia berfantasi mengenai kepopuleran yang akan diraihnya, mendapatkan suatu penghargaan, ataupun memiliki kekayaan berlimpah (sumber : Barlow & Durant, 1995).
D. PENYEBAB
Individu dengan gangguan kepribadian narsisitik tidak memiliki self-esteem yang mantap dan mereka rentan untuk menjadi depresi. Masalah-masalah yang biasanya muncul karena tingkah laku individu yang narsistik misalnya sulit membina hubungan interpersonal, penolakan dari orang lain, kehilangan sesuatu atau masalah dalam pekerjaan. Kesulitan lainnya adalah mereka ternyata tidak mampu mengatasi stress mereka rasakan dengan baik.
Prevalensi dari gangguan kepribadian narsisitik berkisar antara 2 hingga 16% pada populasi klinis dan kurang dari 1% pada populasi umumnya. Prevalensi mengalami peningkatan pada populasi dengan orangtua yang selalu menanamkan ide-ide kepada anaknya bahwa mereka cantik, berbakat, dan spesial secara berlebihan.
Gangguan kepribadian narsistik merupakan gangguan yang kronis dan sulit untuk mendapatkan perawatan. Mereka biasanya tidak dapat menerima kenyataan bahwa usia mereka sudah lanjut, mereka tetap mengahargai kecantikan, kekuatan, dan usia muda secara tidak wajar. Oleh karena itu, mereka lebih sulit untuk melewati krisis pada usia senja ketimbang individu lain pada umumnya.

Bagaimana Terjadinya?
Kita semua memiliki tingkat harga diri bervariasi. Dalam rangka menemukan diri dalam keadaan berharga, seseorang mungkin harus merasakan bahwa dirinya dicintai orang lain, dirinya kuat dan berkemampuan, serta bahwa dirinya baik dan mencintai. Keyakinan bahwa diri tidak dicintai, tergantung, atau dalam keadaan buruk, menghasilkan rasa kehilangan harga diri, dan dapat berakibat depresi.
Menurut penelitian Nemiah, umumnya perasaan harga diri yang rendah dan depresi karena jatuhnya angan-angan ideal hanya berlangsung dalam waktu singkat. Dengan mudah kita dapat kembali merasakan ekspresi kasih sayang dan kenyamanan yang diberikan orang lain. Kita dapat ”belajar dari kegagalan” dan merencanakan bertindak lebih baik pada masa yang akan datang. Kita dapat merefleksikan bahwa orang lain juga bisa melakukan kesalahan, dan tak seorang pun sempurna.
Kesalahan adalah manusiawi. Kita mampu mengkritisi diri sendiri, tetapi pada saat yang sama juga bersikap toleran terhadap diri sendiri. Pada orang tertentu, yang dibesarkan oleh orangtua yang menanamkan standar dan idealisme tidak realistis sehingga menghasilkan perasaan tidak mampu dan ketergantungan, setelah dewasa ia akan mengembangkan ciri-ciri sifat seperti ketika masa kanak-kanak. Akibatnya secara eksesif (berlebihan) mengkritisi kesalahannya. Cinta, perhatian, dan kebanggaan dari orang lain merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang.
Menurut Nemiah, keadaan tersebut merupakan wujud ketergantungan oral (oral dependency). Dikatakan demikian karena elemen ketergantungan tersebut dan hambatannya dalam relasi dengan orang lain merupakan hasil dari periode masa kanak-kanak awal (bayi), yaitu ketika dorongan oral (refleks mengisap) berkembang dan anak sangat tergantung pada orangtuanya. Berkembangnya narsisme dapat berlangsung terus hingga seseorang dewasa.
Pada penderita narsisme terdapat hubungan erat antara kebutuhan narsistik dengan kemarahan, bila kebutuhan itu tidak terpuaskan maka akan timbul reaksi tidak setuju dan marah ketika gagal mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Kebutuhan dan tuntutannya atas orang lain lebih kuat dan lebih sering dibanding orang dewasa yang berkepribadian matang. Akibat adanya perasaan lemah, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan yang dialami secara intensif; dan seringnya terjadi ketidakpuasan (kekecewaan); ia mulai berharap, seringkali mencari, menyeberang ke orang lain, dan makin kuat sensitivitasnya terhadap penolakan sehingga reaksi-reaksi kemarahannya sangat kuat. Ini bertentangan dengan harapannya untuk menjadi orang yang baik dan mencintai, sehingga menambah perasaan ketidakcakapan, ketidakberdayaan, dan rasa bersalah.
Penderita narsisme terjebak dalam lingkaran setan, di mana sebuah tindakan dapat membuat mereka semakin mengalami kesulitan. Kondisi psikologis ambivalen (atau keadaan memiliki hubungan yang ambivalen dengan seseorang yang penting) seperti itu, jelas bukan keadaan yang nyaman. Nemiah juga menjelaskan bahwa penderita narsisme besar kemungkinannya menderita kesulitan emosional, bila dihadapkan pada kematian individu tempat dirinya bergantung dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan narsistiknya.
E. METODE PENANGANAN
Adakah cara untuk keluar dari gamgguan kepribadian narsisme? Tentu saja yaitu dengan mengambil jalur lain; tidak mengikuti dorongan emosi atau dorongan bertindak yang diarahkan oleh narsisme. Untuk itu diperlukan kesediaan mengamati gerak-gerik emosi dan keinginan-keinginan di balik perilaku kita dalam berhubungan dengan orang lain, supaya dorongan yang egoistis dan tidak realistis dapat dikenali. Selain itu juga harus mulai belajar berempati, membiasakan diri mengamati masalah dari perspektif orang lain.
Sedikitnya ada dua fakta yang bisa menjelaskan kesombongan di dalam diri manusia. Yang pertama, semua orang tidak suka melihat kesombongan di dalam diri orang lain. Kedua, tidak ada orang yang bisa menerima dengan ikhlas apabila kesombongannya dikoreksi orang lain. Adapun proses atau solusi yang dapat kita lakukan:
1.                   Selalu menciptakan perbandingan positif. Artinya,kita melihat orang lain sebagai makhluk yang piunya kelebihan dan mempunyai sesuatu materi yang bisa kita bagikan untuk memperbaiki diri, siapapun orang itu.
2.                   Koreksi langsung. Terkadang kita memunculkan ucapan, perilaku dan sifat-sifat yang mengandung kesombongan dan itu baru kita sadari setelah kita renungkan.
3.                   Menumbuhkan dorongan untuk melaklukan learning (pembelajaran hidup).
4.                   Belajar hidup sederhana. Sederhana disini bukan berati miskin atau berpura-pura miskin. Sederhana adalah moderasi yang proporsional. Sederhannya orang kaya adalah menghindari kefoya-foyaan atau berlebih-lebihan untuk hal-hal yang manfaatnya kecil, sedangkan sederhannya orang yang belum atau tidak kaya adalah menghindari munculnya nafsu untuk mendapatkan kekayaan dengan cara yang menyengsarakan diri. Hal ini agar kita tidak masuk kedalam perangkap hedonisme.
Belajar memilih ungkapan, penyingkapan dan keputusan yang bersumber dari kerendahan hati (humble). Misalnya: melihat cara orang lain, membaca buku, mengoreksi diri kita dimasa lalu dan lain. Karena hukum paradoks yang bekerja didunia ini menggariskan bahwa ketika kita humble,justru feed back yang muncul adalah sebaliknya, begitu juga tinggi hati (arogant), feed back yang muncul sebaliknya lagi.

TEORI
"Narsis", dalam pengertian umum masa kini, adalah sifat seseorang yang sangat senang mengagumi/melebih-lebihkan dirinya sendiri. Narsisme adalah salah satu bentuk kesombongan manusia. Istilah "Narsisme" (dengan mengambil kisah Narcissus) pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud (6 Mei 1856 - 23 Sept 1939) seorang psikiater Austria.
John C. Nemiah, MD, profesor psikiatri dari Harvard Medical School dalam bukunya Foundations of Psychopathology menjelaskan istilah narsisme berasal dari kata Narcissus, nama seorang pemuda tampan dalam mitos Yunani kuno. Konon suatu hari Narcissus menangkap citra wajahnya pada permukaan air yang tenang di hutan, dan sontak ia jatuh cinta pada diri sendiri. Selanjutnya ia putus asa karena tidak mampu memenuhi apa yang sangat diinginkannya; ia bunuh diri dengan sebilah belati. Dari tetesan darahnya yang jatuh di dekat air, tumbuhlah bunga yang sampai sekarang dikenal dengan nama Narcissus. Dari penjelasan di atas, tergambar adanya kesulitan besar berhubungan dengan orang lain bila kita terlalu mengagumi diri sendiri. Kekaguman pada diri sendiri yang berlebihan membuat kita selalu lapar untuk memuaskan kebutuhan dan kepentingan diri sendiri, selalu mencari perhatian dan pujian, serta tidak peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.
Gangguan Kepribadian adalah pola-pola perilaku maladaptive yang sifatnya kronis, dan sepenuhnya tidak merasakan gangguan (Meyer dan Salmon, 1984). Beberapa ciri lain gangguan kepribadian antara lain adalah kepribadian menjadi tidak fleksibel, tidak wajar atau tidak dewasa dalam menghadapi stres dalam memecahkan masalah. Mereka umumnya tidak kehilangan kontak dengan realitas dan tidak menunjukkan kekacauan perilaku yang mencolok seperti pada penderita narsistik. Penderitaan ini biasanya dialami oleh para remaja dan dapat berlangsung sepanjang hidup ( Atkinson dkk., 1992).
Gangguan kepribadian narsissistik (narcissistic personality disorder) atau cinta pada diri sendiri digambarkan sebagai orang yang memiliki rasa kepentingan diri yang melambung (gradiositas) dan dipenuhi khayalan-khayalan sukses bahkan saat prestasi mereka biasa saja, jatuh cinta pada dirinya sendiri karena merasa mempunyai diri yang unik, selalu mencari pujian dan perhatian, serta tidak peka terhadap kebutuhan orang lain, malahan justru seringkali mengeksplorasinya. ( Atkinson dkk., 1992).


Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders – Fourth Edition) individu dapat dianggap mengalami gangguan kepribadian narsissistik jika ia sekurang-kurangnya memiliki 5 (lima) dari 9 (sembilan) ciri kepribadian sebagai berikut:
1. Merasa Diri Paling Hebat
2. Seringkali memiliki rasa iri pada orang lain atau menganggap bahwa orang lain iri kepadanya (is often envious of others or believes that others are envious of him or her).
3. Fantasi Kesuksesan & Kepintaran
4. Sangat Ingin dikagumi (requires excessive admiration).
5. Kurang empati (lacks of empathy: is unwilling to recognize or identify with the feelings and needs of others).
6. Merasa Layak Memperoleh Keistimewaan (has a sense of entitlement).
7. Angkuh dan Sensitif Terhadap Kritik (shows arrogant, haughty behavior or attitudes).
8. Kepercayaan Diri yang Semu
9. Yakin bahwa dirinya khusus, unik dan dapat dimengerti hanya oleh atau harus dengan orang atau institusi yang khusus atau memiliki status tinggi.


KESIMPULAN
Dari keseluruhan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa narsis berbeda dengan percaya diri.
Seseorang yang narsis memposisikan dirinya sebagai objek, sementara seseorang yang percaya diri memposisikan dirinya sebagai subjek. Seorang yang percaya diri tidak terlalu risau dengan ataupun tanpa pujian orang lain karena kelebihan fisik yang dimiliki, dirasakan sebagai anugerah Tuhan yang selalu disyukuri Seseorang yang percaya diri lebih fokus kepada “kompetensi diri” ketimbang penampilan fisik.

Senin, 30 Mei 2011

Semua Tentangmu_vierra_lirik


hmmmm,,, lagi seneng ma lagunya vierra yang ini niihhh....
seharian dengerin nih lagu,,, tapi gag bosen2 dengerinnya....

ne aQ kci Liriknya bw temen2...

SEMUA TENTANGMU

*Semua tentangmu,, Selalu membekas di hati ini...
  Cerita cinta kita berdua,, Akan selalu,,
  Semua kenangan tak mungkin bisa,, (kulupakan, kuhilangkan)
  Tak kan mungkin kubiarkan cinta kita berakhir..
 
reff: 

  Ku tak rela,, ku tak ingin kau lepaskan semua
  ikatan tali cinta yang tlah kita buat slama ini

 
aku disini,, slalu menanti,, ku takan letih menunggumu,,
aku disini,, slalu menanti,, ku tak kan leth menunggumu...
repeat *
repeat reff


Do you wanna be happy???? Mari bersedekah,,, ^_^

Cobalah berikan beri sedekah kepada fakir miskin dan kaum dhuafa lainnya. Meskipun sedikit akan memberikan manfaat yang besar. Sebab dengan bersedekah bisa mendatangkan kebahagiaan, membuka pintu rezeki dan menolak bala.
Wow... bagaimana bisa dengan besedekah kita jadi happy???
Mungkin kedengarannya seperti omong kosong dan tidak masuk akal. Bukankah (secara logika) bersedekah itu sebuah pengeluaran yang mengurangi harta kita? Dan dari sudut pandang ekonomi itu berartinya kita bertambah miskin karena tidak adanya imbal balik dari apa yang telah kita berikan kepada orang lain?

Namun anggapan tersebut tidak benar dan bahkan telah dibuktikan secara ilmiah oleh para ilmuwan dari Universitas British Colombia dan Universitas Harvard yang menyimpulkan bahwa orang yang suka bersedekah setiap hari akan lebih bahagia. Menurut mereka, bersedekah merupakan cara sederhana yang luar biasa untuk mendapatkan kebahagiaan. (Seputar Indonesia, 22/03/08). Elizabeth W Dunn, asisten profesor psikologi Universitas British Columbia yang juga turut melakukan penelitian tersebut mengatakan bahwa:

Tidak penting seberapa besar gaji yang anda miliki dan jumlah sedekah yang bisa diberikan setiap hari. Yang terpenting adalah seberapa keikhlasan anda mau memberikan harta yang di miliki. Bila ikhlas menyisakan harta setiap hari, anda akan bahagia.
Hasil Penelitian
Dunn membuktikan dengan meneliti 632 orang yang 55%-nya adalah perempuan, lalu membuat skala kebahagiaan dengan angka 1-5 kepada para responden tersebut. Dunn menanyakan jumlah gaji, uang yang disedekahkan, berapa kali memberikan hadiah untuk diri sendiri, dan memberikan hadiah untuk orang lain atau beramal.

Pada penelitian pertama, Dunn melakukan survei terbadap sejumlah masyarakat umum. Kelompok pertama adalah orangyang mendahulukan kesenangan sendiri dan mempunyai gaji sebesar $ 1.714 per bulan. Kelompok kedua adalah orang yang berjiwa sosial karena senang bersedekah meski gajinya sekitar $ 146 per bulan.

Hasilnya cukup fantastis, ternyata orang yang lebih suka menyenangkan diri sendiri tak berhubungan dengan tingkat kebahagiaan mereka. Tetapi orang yang beijiwa sosial tinggi secara signifikan memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih.

Tidak cuma itu, Dunn juga melakukan survei terhadap karyawan dari 16 perusahaan di Boston yang baru menerima bonus antar $ 3.000 – $ 8.000. Hasilnya tak jauh beda. Karyawan yang memberikan bonusnya untuk kegiataa amal, tingkat kebahagiaannya lebih tinggi sampai rentang waktu lama. Sementara orang yang menggunakan bonusnya untuk kesenangan sendiri, mereka hanya bahagia ketika melihat bonus itu.
Dunn pun melakukan survei kepada sejumlah pelajar yang biasa memiliki uang jajan antara $ 5 – $ 20. Kelompok itu dibagi dua, pertama pelajar menggunakan uang jajannya untuk kesenangan diri sendiri, dan kelompok kedua pelajar yang gemar bersedekah dengan uang jajannya. Hasilnya pun serupa, tingkat kebabagiaan pelajar yang senang bersedekah terayata lebih tinggi dibandingkan pelajar yang menggunakan uang jajannya untuk diri sendiri.
Penelitian Dunn sekaligus menjawab pertanyaan mengapa banyak orang Amerika Serikat yang kaya tetapi tidak pernah merasa bahagia. Padahal, hampir dalam kurun waktu satu dekade terakhir rata-rata pendapatan orang AS meningkat dramatis. Namun tingkat kebahagiaan mereka relatif sama dalam kurun waktu satu dekade.
Mendatangkan Kebahagiaan
Allah SWT berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS.Ali Imran:92)

Jumlah uang yang berlebihan tidak pemah memberikan sesuatu yang berarti bagi anda. Namun dengan bersedekah kebahagiaan akan menghampiri anda. Sebab jiwa yang dermawan akan menimbulkan perasaan damai. Ternyata kebahagiaan itu tidak bisa diukur dengan materi, meskipuntidak semua orang sependapat dengan itu.

Banyak orang mencari kebahagiaan dengan berbagai cara mereka masing-masing. Bahkan tidak sedikit di antara kita harus merogoh kocek jutaan bahkan miliaran rupiah demi memperoleh kebahagiaan tersebut.
Kenapa begitu? karena pada dasamya jiwa manusia sangat rentan terhadap godaan dan cobaan, sehingga mereka cenderung untuk mencari sesuatu yang dapat membuatnya tenang. Dengan ketenangan, manusia akan dapat mengoptimalkan seluruh potensi hidupnya dengan lebih baik.

Nabi SAW bersabda: “Dari Abu Umamah Shudayi bin Azlan r.a, dia berkata: Rasulullah telah bersabda: Wahai anak Adam, sesungguhnya bila kamu menyerahkan kelebihan sesuatu adalah lebih baik bagimu. Sedangkan bila kamu mengekangnya, maka hal itu lebih buruk bagimu. Dan tidaklah tercela menahan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan, dan mulailah dengan orang yang menjadi tanggungjawabmu. Tangan di atas (memberi) adalah lebih baik daripada tangan di bawah (meminta) ” (HR.Muslim).

Sedekah merupakan cara sederhana untuk memperoleh kebahagiaan. Hal ini tidak bisa dicerna secara teori, tetapi dapat dibuktikan dengan melakukannya. Terutama bagi masyarakat perkotaan yang nota bene sangat rentan terhadap stress. Metode ini sangat baik di coba. Apalagi Islam telah ribuan tahun lalu mengajarkannya kepada kita. Sehingga, untuk apa lagi kita harus jauh-jauh mencari ketenangan dan kebahagiaan dengan biaya yang sangat mahal kalau temyata ada di dalam diri kita dengan cara yang sangat mudah dan murah.