Mau
NARSIS ato PERCAYA DIRI ?
ABSTRAK
Pada perkembangan lingkungan sosial yang
dinamis, kadang kita sering mendengar istilah narsis yang agak bergeser dari
makna sesungguhnya. Narsis dalam bahasa gaul, menunjuk pada gaya humor antar
individu yang berfungsi untuk mendorong kepercayaan diri dan penilaian diri
positif, baik pada si subjek atau lawan bicaranya. Padahal seorang yang narsis
punya tolok ukur yang tidak rasional-proporsional dalam menilai dirinya, baik
secara individual maupun dalam interaksi sosial.
Meskipun gangguan kepribadian narsistik mungkin tampak
seperti memiliki kepercayaan diri atau harga diri yang kuat, itu tidak sama.
Gangguan kepribadian narsisistik melintasi batas normal kepercayaan dan harga
diri dengan berpikir begitu tinggi dari diri sendiri. Sebaliknya, orang yang
memiliki keyakinan yang sehat dan harga diri tidak menghargai diri mereka
sendiri lebih dari mereka menghargai oranglain.
Bila seseorang memiliki gangguan kepribadian narsisistik, kemungkinan tampil sombong, sering memonopoli percakapan, meremehkan atau memandang rendah orang-orang yang dianggap lebih rendah, merasa paling berhak. Dan ketika tidak menerima perlakuan khusus yang dirasa berhak diperoleh penderita, penderita menjadi sangat tidak sabar atau marah. Penderita juga mencari orang lain yang dipikir memiliki bakat khusus yang sama, kekuasaan dan sifat - orang yang penderita lihat setara. Penderita mungkin berusaha keras untuk memiliki "yang terbaik" dari segala sesuatu - mobil terbaik, klub olahraga, perawatan medis atau lingkungan sosial, misalnya. Tapi di balik semua "kemegahan" ini seringkali terdapat harga diri yang rapuh. Penderita kesulitan menangani apa pun yang dapat dianggap sebagai kritik. Jika penderita dikritik ia merasa malu dan terhina dan seolah rahasianya dibuka. Dan dalam rangka untuk membuat diri penderita merasa lebih baik, penderita biasanya bereaksi dengan marah atau penghinaan dan upaya untuk meremehkan orang lain untuk membuat diri tampak lebih baik.
Seseorang yang narsis memposisikan dirinya sebagai objek, sementara seseorang yang percaya diri memposisikan dirinya sebagai subjek. Seorang yang percaya diri tidak terlalu risau dengan ataupun tanpa pujian orang lain karena kelebihan fisik yang dimiliki, dirasakan sebagai anugerah Tuhan yang selalu disyukuri. Seseorang yang percaya diri lebih fokus kepada “kompetensi diri” ketimbang penampilan fisik.
Bila seseorang memiliki gangguan kepribadian narsisistik, kemungkinan tampil sombong, sering memonopoli percakapan, meremehkan atau memandang rendah orang-orang yang dianggap lebih rendah, merasa paling berhak. Dan ketika tidak menerima perlakuan khusus yang dirasa berhak diperoleh penderita, penderita menjadi sangat tidak sabar atau marah. Penderita juga mencari orang lain yang dipikir memiliki bakat khusus yang sama, kekuasaan dan sifat - orang yang penderita lihat setara. Penderita mungkin berusaha keras untuk memiliki "yang terbaik" dari segala sesuatu - mobil terbaik, klub olahraga, perawatan medis atau lingkungan sosial, misalnya. Tapi di balik semua "kemegahan" ini seringkali terdapat harga diri yang rapuh. Penderita kesulitan menangani apa pun yang dapat dianggap sebagai kritik. Jika penderita dikritik ia merasa malu dan terhina dan seolah rahasianya dibuka. Dan dalam rangka untuk membuat diri penderita merasa lebih baik, penderita biasanya bereaksi dengan marah atau penghinaan dan upaya untuk meremehkan orang lain untuk membuat diri tampak lebih baik.
Seseorang yang narsis memposisikan dirinya sebagai objek, sementara seseorang yang percaya diri memposisikan dirinya sebagai subjek. Seorang yang percaya diri tidak terlalu risau dengan ataupun tanpa pujian orang lain karena kelebihan fisik yang dimiliki, dirasakan sebagai anugerah Tuhan yang selalu disyukuri. Seseorang yang percaya diri lebih fokus kepada “kompetensi diri” ketimbang penampilan fisik.
PENDAHULUAN
Pada masa kini,
narsisme atau lebih sering disebut narsis, menjadi semacam ejekan yang dipakai
untuk menyebutkan perilaku orang yang sangat senang melihat gambar wajahnya
terpampang di media umum. Padahal, setiap orang (rasanya) pasti senang melihat
gambar wajahnya sendiri.
Foto sana foto sini sambil gaya sana gaya sini …
itulah gejala yang sering di alami saat ini bahkan udah mulai menyebar dengan
luas layaknya flu babi..
yup narsisisme ato narsisme ato yang biasa di dengar dengan sebutan yang udah gak asing lagi di telinga kita " narsis lo …!!!!" ternyata ada sejarahnya lho …jadi jangan asal narsis ato ngatain orang narsis kalo emang lum tau sejarahnya.just share aja biar semuanya ngerti n tau sejarah nya
yup narsisisme ato narsisme ato yang biasa di dengar dengan sebutan yang udah gak asing lagi di telinga kita " narsis lo …!!!!" ternyata ada sejarahnya lho …jadi jangan asal narsis ato ngatain orang narsis kalo emang lum tau sejarahnya.just share aja biar semuanya ngerti n tau sejarah nya
Tapi biar menjadi
bahan ejekan, tetap saja orang senang tampil saat ada sesi pemotretan atau syuting
film. Lihat saja, saat akan dipotret, biasanya orang ramai-ramai bergerombol di
depan sang fotografer. Bila bukan acara resmi, maka setiap orang tampil dengan
gaya masing-masing. Mulai dari yang jaim (jaga image) sampai yang
dengan sengaja tampil norak. Tapi yang pasti, semua tak mau tertutup
oleh yang lain, sehingga tak terlihat saat difoto.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Gangguan Kepribadian adalah pola-pola perilaku maladaptive
yang sifatnya kronis, dan sepenuhnya tidak merasakan gangguan (Meyer dan
Salmon, 1984). Beberapa ciri lain gangguan kepribadian antara lain adalah
kepribadian menjadi tidak fleksibel, tidak wajar atau tidak dewasa dalam
menghadapi stres dalam memecahkan masalah. Mereka umumnya tidak kehilangan
kontak dengan realitas dan tidak menunjukkan kekacauan perilaku yang mencolok
seperti pada penderita narsistik. Penderitaan ini biasanya dialami oleh para
remaja dan dapat berlangsung sepanjang hidup ( Atkinson dkk., 1992).
Gangguan kepribadian narsissistik (narcissistic
personality disorder) atau cinta pada diri sendiri digambarkan sebagai
orang yang memiliki rasa kepentingan diri yang melambung (gradiositas)
dan dipenuhi khayalan-khayalan sukses bahkan saat prestasi mereka biasa saja,
jatuh cinta pada dirinya sendiri karena merasa mempunyai diri yang unik, selalu
mencari pujian dan perhatian, serta tidak peka terhadap kebutuhan orang lain,
malahan justru seringkali mengeksplorasinya. ( Atkinson dkk., 1992). Dan
mereka juga beranggapan bahwa dirinya spesial dan berharap mendapatkan
perlakuan yang khusus pula. Oleh karena itu, mereka sangat sulit atau tidak
dapat menerima kritik dari orang lain. Mereka selalu ingin mengerjakan sesuatu
sesuai dengan cara yang sudah mereka tentukan dan seringkali ambisius serta
mencari ketenaran. Sikap mereka ini mengakibatkan hubungan yang mereka miliki
biasanya rentan (mudah pecah) dan mereka dapat membuat orang lain sangat marah
karena penolakan mereka untuk mengikuti aturan yang telah ada. Mereka juga
tidak mampu untuk menampilkan empati, kalaupun mereka memberikan empati atau
simpati, biasanya mereka memiliki tujuan tertentu untuk kepentingan diri mereka
sendiri, atau dengan kata lain mereka bersifat self-absorbed.
Meski mereka berbagi ciri tertentu dengan kepribadian
histrionik, seperti tuntutan untuk menjadi pusat perhatian, mereka memiliki
pandangan yang jauh lebih membanggakan tentang diri mereka sendiri dan kurang
melodramatik dibanding orang dengan kepribadian histrionik. Label gangguan
kepribadian ambang (BPD) terkadang dikenakan pada mereka, namun orang dengan
kepribadian narsistik umumnya dapat mengorganisasi pikiran dan tindakan mereka
dengan lebih baik. Mereka cenderung lebih berhasil dalam karier mereka dan
lebih bisa meraih posisi dengan status tinggi dan kekuasaan. Hubungan mereka
juga cenderung lebih stabil dibanding dengan orang BPD.
Gangguan kepribadian narsistik ditemukan kurang dari
1% dalam populasi umum (APA, 2000). Walaupun lebih dari setengah orang yang
didiagnosis dengan gangguan ini adalah laki-laki, kita tidak dapat mengatakan
bahwa ada perbedaan gender yang mendasar pada tingkat prevalensi dalam populasi
umum. Derajat tertentu dari narsisme dapat mencerminkan penyesuaian diri yang
sehat akan rasa tidak aman, sebuah tameng akan kritik dan kegagalan, atau motif
untuk berprestasi (Goleman, 1988). Kualitas narsistik yang berlebihan dapat
menjadi tidak sehat, terutama bila kelaparan akan pemujaan yang menjadi
keserakahan.
B. CIRI-CIRI GANGGUAN
Gangguan kepribadian ini ditandai dengan ciri-ciri
berupa perasaan superior bahwa dirinya adalah paling penting, paling mampu,
paling unik, sangat eksesif untuk dikagumi dan disanjung, kurang memiliki
empathy, angkuh dan selalu merasa bahwa dirinya layak untuk diperlakukan
berbeda dengan orang lain, serta masih banyak lagi (DSM-IV). Perasaan-perasaan
tersebut mendorong mereka untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan cara
apapun juga.
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders – Fourth Edition) individu dapat dianggap mengalami
gangguan kepribadian narsissistik jika ia sekurang-kurangnya memiliki 5 (lima)
dari 9 (sembilan) ciri kepribadian sebagai berikut:
1. Merasa Diri Paling Hebat
Jika seseorang merasa dirinya paling hebat/penting
(bedakan dengan orang yang benar-benar hebat atau penting) maka ia tidak akan
malu-malu untuk memamerkan apa saja yang bisa memperkuat citranya tersebut.
Selain itu untuk mendukung citra atau image yang dibentuknya sendiri, individu
rela menggunakan segala cara. Oleh karena itu ketika orang tersebut berhasil
memperoleh gelar (tanpa mempedulikan bagaimana cara memperolehnya) maka ia
tidak akan segan atau malu-malau untuk memamerkannya kepada orang lain. Bagi
mereka hal ini sangat penting agar orang lain tahu bahwa ia memang orang yang
hebat. Tidak heran cara-cara seperti mengirimkan ucapan selamat atas gelar yang
diperoleh secara instant (dibeli) di koran-koran oleh “diri sendiri” dianggap
bukan suatu hal yang aneh. Merasa diri paling hebat namun seringkali tidak
sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki (has a grandiose sense
of self-important). Ia senang memamerkan apa yang dimiliki termasuk gelar
(prestasi) dan harta benda.
2. Seringkali memiliki rasa iri pada orang lain atau
menganggap bahwa orang lain iri kepadanya (is often envious of others or
believes that others are envious of him or her).
3. Fantasi Kesuksesan & Kepintaran
Dipenuhi dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan,
kepintaran, kecantikan atau cinta sejati (is preoccupied with fantasies of
unlimited success, power, briliance, beauty, or ideal love).
Pintar dan sukses memang adalah impian setiap orang.
Meski demikian hanya sedikit orang yang bisa mewujudkan impian tersebut. Pada
individu pembeli gelar sangatlah mungkin mereka menganggap bahwa kesuksesan
yang telah mereka capai (cth: punya jabatan) belum cukup jika tidak diikuti
dengan gelar akademik yang seringkali dianggap sebagai simbol “kepintaran”
seseorang. Sayangnya untuk mencapai hal ini mereka seringkali tidak memiliki
modal dasar yang cukup karena adanya berbagai keterbatasan seperti tidak punya
latarbelakang pendidikan yang sesuai, tidak memiliki kemampuan intelektual yang
bagus atau tidak memiliki waktu untuk sekolah lagi. Hal ini membuat mereka
memilih jalan pintas dengan cara membeli gelar sehingga terlihat bahwa dirinya
telah memiliki kesuksesan dan kepintaran (kenyataannya hal tersebut hanyalah
fantasi karena gelar seharusnya diimbangi dengan ilmu yang dimiliki).
4. Sangat Ingin dikagumi (requires excessive
admiration).
Pada umumnya para pembeli gelar adalah para individu
yang sangat terobsesi untuk dikagumi oleh orang lain. Oleh karena itu mereka
berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan “simbol-simbol” yang dianggap menjadi
sumber kekaguman, termasuk gelar akademik. Obsesi untuk memperoleh kekaguman
ini sayangnya seringkali tidak seimbang dengan kapasitas (kompetensi) diri sang
individu tersebut (cth: tidak memenuhi syarat jika harus mengikuti program
pendidikan yang sesungguhnya). Akhirnya dipilihlah jalan pintas demi
mendapatkan simbol kekaguman tersebut.
5. Kurang empati (lacks of empathy: is unwilling to
recognize or identify with the feelings and needs of others).
Para pembeli gelar pastilah bukan orang yang memiliki
empati, sebab jika mereka memilikinya maka mereka pasti tahu bagaimana perasaan
para pemegang gelar asli yang memperoleh gelar tersebut dengan penuh
perjuangan. Jika mereka memiliki empati pastilah mereka dapat merasakan betapa
sakit hati para pemegang gelar sungguhan karena kerja keras mereka
bertahun-tahun disamakan dengan orang yang hanya bermodal uang puluhan juta
rupiah.
6. Merasa Layak Memperoleh Keistimewaan (has a
sense of entitlement).
Setiap individu yang mengalami gangguan kepribadian
narsissistik merasa bahwa dirinya berhak untuk mendapatkan keistimewaan. Karena
merasa dirinya istimewa maka dia tidak merasa bahwa untuk memperoleh sesuatu
dia harus bersusah payah seperti orang lain. Oleh karena itu mereka tidak
merasa risih atau pun malu jika membeli gelar karena bagi mereka hal itu
merupakan suatu keistimewaan yang layak mereka dapatkan.
7. Angkuh dan Sensitif Terhadap Kritik (shows
arrogant, haughty behavior or attitudes).
Pada umumnya para penyandang gelar palsu sangat marah
dan benci pada orang-orang yang mempertanyakan hal-hal yang menyangkut gelar
mereka. Bagi mereka, orang-orang yang bertanya tentang hal itu dianggap sebagai
orang-orang yang iri atas keberhasilan mereka. Jadi tidaklah mengherankan jika
anda bertanya pada seseorang yang membeli gelar tentang ilmu atau tesis atau
desertasinya maka ia akan balik bertanya bahkan menyerang anda sehingga
permasalahan yang ditanyakan tidak pernah akan terjawab. Bahkan mereka akan
menghindari pembicaraan yang menyangkut hal-hal akademik.
8. Kepercayaan Diri yang Semu
Jika dilihat lebih jauh maka rata-rata individu yang
mengambil jalan pintas dalam mendapatkan sesuatu yang diinginkan seringkali
disebabkan karena rasa percaya dirinya yang semu. Di depan orang lain mereka
tampak tampil penuh percaya diri namun ketika dihadapkan pada persoalan yang
sesungguhnya mereka justru menarik diri karena merasa bahwa dirinya tidak
memiliki modal dasar yang kuat. Para individu yang membeli gelar umumnya adalah
mereka yang takut bersaing dengan para mahasiswa biasa. Mereka kurang percaya
diri karena merasa bahwa dirinya tidak mampu, tidak memenuhi persyaratan dan
takut gagal. Daripada mengikuti prosedur resmi dengan risiko kegagalan yang
cukup tinggi (hal ini sangat ditakutkan oleh para individu narsisistik) maka
lebih baik memilih jalan pintas yang sudah pasti hasilnya.
9. Yakin bahwa dirinya khusus, unik dan dapat
dimengerti hanya oleh atau harus dengan orang atau institusi yang khusus atau
memiliki status tinggi.
Secara sains tidak ditemukan sebab-sebab yang sifatnya
mengungkapkan narsistik. tapi banyak riset yang mengungkapkan bahwa ada faktor
tertentu yang menandakan bahwa seseorang itu memiliki gangguan kepribadian
narsistik antara lain:
1.
merasa dirinya sangat
penting dan ingin dikenal oleh orang lain
2.
merasa diri unik dan
istimewa
3.
Suka dipuji dan jika
perlu memuji diri sendiri
4.
kecanduan difoto atau
di shooting
5.
suka berlama lama di
depan cermin
6.
kebanggan berlebih
7.
Eksploitatif secara
interpersonal(is interpersonally exploitative), yaitu mengambil keuntungan dari
orang lain demi kepentingan diri sendiri.
8.
Perilaku congkak/
sombong.
Membedakan gangguan kepribadian narsistik dengan
gangguan lain.
Gangguan kepribadian borderline, histrionik,
dan antisosial seringkali muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian
narsistik. Hal ini mempersulit terapis untuk membedakan keempat gangguan
tersebut. Individu dengan kepribadian narsisitik biasanya lebih rendah tingkat
kecemasannya bila dibandingkan dengan individu borderline. Selain itu,
kecenderungan untuk bunuh diri pun prevalensinya lebih besar pada individu
borderline ketimbang narsisitik.
Pada kepribadian antisosial, mereka biasanya memiliki
sejarah tingkah laku yang impulsif berkaitan dengan penggunaan alkohol dan
zat-zat terlarang, serta seringkali mereka memiliki masalah dengan hukum.
Sedangkan pada individu histrionik, mereka memiliki kecenderungan yang sama
dengan individu narsisistik, terutama dalam hal hubungan interpersonal yang
manipulatif dan tingkah laku memamerkan dan menunjukkan kelebihan yang mereka
miliki.
Apakah narsis sama dengan “percaya diri” ? Beda !
Seseorang yang narsis memposisikan dirinya sebagai
objek, sementara seseorang yang percaya diri memposisikan dirinya sebagai
subjek. Seorang yang percaya diri tidak terlalu risau dengan ataupun tanpa
pujian orang lain karena kelebihan fisik yang dimiliki, dirasakan sebagai
anugerah Tuhan yang selalu disyukuri Seseorang yang percaya diri lebih fokus
kepada “kompetensi diri” ketimbang penampilan fisik.
Ciri-ciri Self-Interest yang Normal
Dibandingkan dengan Narsisme yang Self-Defeating.
Self-Interest yang Normal
|
Narsisme yang self-Defeating
|
Menghargai pujian, namun tidak membutuhkannya untuk
menjaga self-esteem.Kadang-kadang terluka oleh kritik.Merasa tidak bahagia
dalam menghadapi kegagalan namun tidak merasa tidak berhargaMerasa ”spesial”
atau memiliki bakat unik.
Merasa nyaman dengan diri sendiri, bahkan saat orang
lain mengkritik.
Menerima masa lalu secara logis, meski hal tersebut
menyakiti dan dirasa tidak stabil untuk sementara.
Mempertahankan self-esteem dalam menghadapi ketidaksetujuan
atau kritik.
Mempertahankan keseimbangan emosional meski
kurangnya perlakuan khusus.
Empati dan peduli dengan perasaan orang lain.
|
Lapar akan pemujaan; memerlukan pujian agar dapat
merasa baik akan dirinya sendiri untuk sementara.Merasa marah /hancur oleh
kritik dan merasakan kesedihan yang mendalam.Memikul perasaan malu dan tidak
berharga setelah mengalami kegagalan.Merasa lebih baik dari orang lain, dan
meminta penghargaan akan kemampuannya yang tidak dapat dibandingkan.
Perlu dukungan terus-menerus dari orang lain untuk
menjaga perasaan nyaman dan bahagia.
Berespon terhadap luka kehidupan dengan depresi atau
kemarahan
Berespon terhdap ketidaksetujuan atau kritik dengan
hilangnya self-esteem..
Merasa pantas mendapat perlakuan khusus dan menjadi
sangat marah saat diperlakukannya dengan cara yang biasa.
Tidak sensitif terhadap kebutuhan dan perasaan orang
lain; mengeksploitasi orang lain sampai mereka puas.
|
Membandingkan self-interest yang ”normal” dan
narsisme ekstrem yang self-defeating, pada titik tertentu, self interest
mendorong keberhasilan dan kebahagiaan. Pada kasus yang lebih ekstrem, seperti
pada narsisme, hal itu dapat merusak hubungan dan karier.
Orang dengan kepribadian narsistik cenderung terpaku
pada fantasi akan keberhasilan dan kekuasaan, cinta yang ideal, atau pengakuan
akan kecerdasan atau kecantikan. Mereka, seperti orang dengan kepribadian
histrionik, mengejar karier dimana mereka bisa mendapatkan pemujaan, seperti
modelling, acting, atau politik. Meski mereka cenderung membesar-besarkan
prestasi dan kemampuan mereka, banyak orang dengan kepribadian narsistik yang
cukup berhasil dalam pekerjaannya. Namun mereka iri dengan kepribadian orang
yang lebih berhasil. Ambisi yang serakah membuat mereka mendedikasikan diri
untuk bekerja tanpa lelah. Mereka terdorong untuk berhasil, bukan untuk
mendapatkan uang melainkan untuk mendapatkan pemujaan yang menyertai
kesuksesan.
Hubungan interpersonal selalu berantakan karena adanya
tuntutan yang dipaksakan oleh orang dengan kepribadian narsistik kepada orang
lain dan karena kurangnya empati serta kepedulian mereka terhadap orang lain.
Mereka mencari pertemanan dengan para pemuja merek dan sering tampak penuh
karisma.dan ramah serta dapat menarik perhatian orang. Namun minat mereka pada orang
lain hanya bersifat satu sisi: Mereka mencari orang yang mau melayani minat
mereka dan memelihara rasa self-importante mereka (Goleman,1988). Mereka
memiliki perasaan berhak yang membuat mereka merasa bisa mengeksploitasi orang
lain. Mereka memperlakukan pasangan seks mereka sebagai alat untuk kenikmatan
mereka sendiri atau untuk mendukung self-esteem mereka.
Spencer A Rathus dan Jeffrey S. Nevid menyebutkan
dalam bukunya, Abnormal Psychology (2000) bahwa orang yang Narcissistic
memandang dirinya dengan cara yang berlebihan. Mereka senang sekali
menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian. Hal tersebut
dapat berupa kekaguman yang berlebihan terhadap wajah sendiri atau dapat pula
terhadap bagian tubuh tertentu seperti menyukai bentuk mata, bentuk bibir,
betis dsb.Kebutuhan untuk diperhatikan dapat pula menjadikan seseorang rentan
terhadap kekurangan fisik. Ada yang merasa sangat tidak nyaman gara gara
jerawat “bandel”, ada merasa perlu dandan total, walaupun cuma mau ke pasar.
C. CONTOH KASUS
David berprofesi sebagai pengacara dan berusia awal
40an. Dia pertama kali datang mengunjungi psikolog untuk mengatasi mood
negatifnya. Sejak awal pertemuan tampak bahwa David sangat menaruh perhatian
pada penampilannya. Dia secara khusus menanyakan pendapat terapis mengenai baju
setelan model terbaru yang dikenakannya dan juga sepetu barunya. David juga
bertanya kepada terapis tentang mobil yang digunakan dan berapa banyak klien
kelas atas yang ditangani oleh terapis tersebut. David sangat ingin memastikan
bahwa dia sedang berhubungan dengan seseorang yang terbaik bidangnya. David
bercerita tentang kesuksesannya dalam bidang akademis dan olahraga, tanpa mampu
memberikan bukti apapun yang memastikan keberhasilannya. Selama bersekolah di
sekolah hukum, dia adalah seorang work-
aholic, penuh akan fantasi akan keberhasilannya hingga tidak memiliki waktu
untuk isterintya. Setelah anak mereka lahir, David semakin sedikit menghabiskan
waktu dengan keluarganya. Tidak lama setelah dia memliki pekerjaan yang mapan,
David menceraikan isterinya karena tidak lagi membutuhkan bantuan ekonomi dario
sang istri. Setelah perceraian tersebut, David memutuskan bahwa dia benar-benar
bebas untuk menikmati hidupnya. Dia sangat suka menghabiskan uang untuk dirinya
sendiri, misalnya dengan menghias apaartemennya dengan berbagai benda-benda
yang sangat menarik perhatian. Dia juga seringkali berhubungan dengan
wanita-wanita yang sangat menarik. Dalam pergaulannya, David merasa nyaman
apabila dirinya menjadi pusat perhatian semua orang. Dia pun merasa nyaman
ketika dia berfantasi mengenai kepopuleran yang akan diraihnya, mendapatkan
suatu penghargaan, ataupun memiliki kekayaan berlimpah (sumber : Barlow &
Durant, 1995).
D. PENYEBAB
Individu dengan gangguan kepribadian narsisitik tidak
memiliki self-esteem yang mantap dan mereka rentan untuk menjadi
depresi. Masalah-masalah yang biasanya muncul karena tingkah laku individu yang
narsistik misalnya sulit membina hubungan interpersonal, penolakan dari orang
lain, kehilangan sesuatu atau masalah dalam pekerjaan. Kesulitan lainnya adalah
mereka ternyata tidak mampu mengatasi stress mereka rasakan dengan baik.
Prevalensi dari gangguan kepribadian narsisitik
berkisar antara 2 hingga 16% pada populasi klinis dan kurang dari 1% pada
populasi umumnya. Prevalensi mengalami peningkatan pada populasi dengan
orangtua yang selalu menanamkan ide-ide kepada anaknya bahwa mereka cantik,
berbakat, dan spesial secara berlebihan.
Gangguan kepribadian narsistik merupakan gangguan yang
kronis dan sulit untuk mendapatkan perawatan. Mereka biasanya tidak dapat
menerima kenyataan bahwa usia mereka sudah lanjut, mereka tetap mengahargai
kecantikan, kekuatan, dan usia muda secara tidak wajar. Oleh karena itu, mereka
lebih sulit untuk melewati krisis pada usia senja ketimbang individu lain pada
umumnya.
Bagaimana Terjadinya?
Kita semua memiliki tingkat harga diri bervariasi.
Dalam rangka menemukan diri dalam keadaan berharga, seseorang mungkin harus
merasakan bahwa dirinya dicintai orang lain, dirinya kuat dan berkemampuan,
serta bahwa dirinya baik dan mencintai. Keyakinan bahwa diri tidak dicintai,
tergantung, atau dalam keadaan buruk, menghasilkan rasa kehilangan harga diri,
dan dapat berakibat depresi.
Menurut penelitian Nemiah, umumnya perasaan harga diri
yang rendah dan depresi karena jatuhnya angan-angan ideal hanya berlangsung
dalam waktu singkat. Dengan mudah kita dapat kembali merasakan ekspresi kasih
sayang dan kenyamanan yang diberikan orang lain. Kita dapat ”belajar dari
kegagalan” dan merencanakan bertindak lebih baik pada masa yang akan datang.
Kita dapat merefleksikan bahwa orang lain juga bisa melakukan kesalahan, dan tak
seorang pun sempurna.
Kesalahan adalah manusiawi. Kita mampu mengkritisi
diri sendiri, tetapi pada saat yang sama juga bersikap toleran terhadap diri
sendiri. Pada orang tertentu, yang dibesarkan oleh orangtua yang menanamkan
standar dan idealisme tidak realistis sehingga menghasilkan perasaan tidak
mampu dan ketergantungan, setelah dewasa ia akan mengembangkan ciri-ciri sifat
seperti ketika masa kanak-kanak. Akibatnya secara eksesif (berlebihan)
mengkritisi kesalahannya. Cinta, perhatian, dan kebanggaan dari orang lain
merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang.
Menurut Nemiah, keadaan tersebut merupakan wujud
ketergantungan oral (oral dependency). Dikatakan demikian karena elemen
ketergantungan tersebut dan hambatannya dalam relasi dengan orang lain
merupakan hasil dari periode masa kanak-kanak awal (bayi), yaitu ketika
dorongan oral (refleks mengisap) berkembang dan anak sangat tergantung pada
orangtuanya. Berkembangnya narsisme dapat berlangsung terus hingga seseorang
dewasa.
Pada penderita narsisme terdapat hubungan erat antara
kebutuhan narsistik dengan kemarahan, bila kebutuhan itu tidak terpuaskan maka
akan timbul reaksi tidak setuju dan marah ketika gagal mendapatkan sesuatu yang
kita inginkan. Kebutuhan dan tuntutannya atas orang lain lebih kuat dan lebih
sering dibanding orang dewasa yang berkepribadian matang. Akibat adanya
perasaan lemah, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan yang dialami secara
intensif; dan seringnya terjadi ketidakpuasan (kekecewaan); ia mulai berharap,
seringkali mencari, menyeberang ke orang lain, dan makin kuat sensitivitasnya
terhadap penolakan sehingga reaksi-reaksi kemarahannya sangat kuat. Ini
bertentangan dengan harapannya untuk menjadi orang yang baik dan mencintai,
sehingga menambah perasaan ketidakcakapan, ketidakberdayaan, dan rasa bersalah.
Penderita narsisme terjebak dalam lingkaran setan, di
mana sebuah tindakan dapat membuat mereka semakin mengalami kesulitan. Kondisi
psikologis ambivalen (atau keadaan memiliki hubungan yang ambivalen dengan
seseorang yang penting) seperti itu, jelas bukan keadaan yang nyaman. Nemiah
juga menjelaskan bahwa penderita narsisme besar kemungkinannya menderita
kesulitan emosional, bila dihadapkan pada kematian individu tempat dirinya
bergantung dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan narsistiknya.
E. METODE PENANGANAN
Adakah cara untuk keluar dari gamgguan kepribadian
narsisme? Tentu saja yaitu dengan mengambil jalur lain; tidak mengikuti
dorongan emosi atau dorongan bertindak yang diarahkan oleh narsisme. Untuk itu
diperlukan kesediaan mengamati gerak-gerik emosi dan keinginan-keinginan di
balik perilaku kita dalam berhubungan dengan orang lain, supaya dorongan yang
egoistis dan tidak realistis dapat dikenali. Selain itu juga harus mulai
belajar berempati, membiasakan diri mengamati masalah dari perspektif orang
lain.
Sedikitnya ada dua fakta yang bisa menjelaskan
kesombongan di dalam diri manusia. Yang pertama, semua orang tidak suka
melihat kesombongan di dalam diri orang lain. Kedua, tidak ada orang
yang bisa menerima dengan ikhlas apabila kesombongannya dikoreksi orang lain.
Adapun proses atau solusi yang dapat kita lakukan:
1.
Selalu menciptakan
perbandingan positif. Artinya,kita melihat orang lain sebagai makhluk
yang piunya kelebihan dan mempunyai sesuatu materi yang bisa kita bagikan untuk
memperbaiki diri, siapapun orang itu.
2.
Koreksi langsung.
Terkadang kita memunculkan ucapan, perilaku dan sifat-sifat yang mengandung
kesombongan dan itu baru kita sadari setelah kita renungkan.
3.
Menumbuhkan dorongan
untuk melaklukan learning (pembelajaran hidup).
4.
Belajar hidup
sederhana. Sederhana disini bukan berati miskin atau berpura-pura miskin.
Sederhana adalah moderasi yang proporsional. Sederhannya orang kaya adalah
menghindari kefoya-foyaan atau berlebih-lebihan untuk hal-hal yang manfaatnya
kecil, sedangkan sederhannya orang yang belum atau tidak kaya adalah
menghindari munculnya nafsu untuk mendapatkan kekayaan dengan cara yang
menyengsarakan diri. Hal ini agar kita tidak masuk kedalam perangkap hedonisme.
Belajar memilih ungkapan, penyingkapan
dan keputusan yang bersumber dari kerendahan hati (humble). Misalnya:
melihat cara orang lain, membaca buku, mengoreksi diri kita dimasa lalu dan
lain. Karena hukum paradoks yang bekerja didunia ini menggariskan bahwa ketika
kita humble,justru feed back yang muncul adalah sebaliknya,
begitu juga tinggi hati (arogant), feed back yang muncul
sebaliknya lagi.
TEORI
"Narsis", dalam pengertian umum masa kini, adalah
sifat seseorang yang sangat senang mengagumi/melebih-lebihkan dirinya sendiri. Narsisme
adalah salah satu bentuk kesombongan manusia. Istilah "Narsisme"
(dengan mengambil kisah Narcissus) pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund
Freud (6 Mei 1856 - 23 Sept 1939) seorang psikiater Austria.
John C. Nemiah, MD, profesor psikiatri dari Harvard Medical School dalam bukunya Foundations of Psychopathology menjelaskan istilah narsisme berasal dari kata Narcissus, nama seorang pemuda tampan dalam mitos Yunani kuno. Konon suatu hari Narcissus menangkap citra wajahnya pada permukaan air yang tenang di hutan, dan sontak ia jatuh cinta pada diri sendiri. Selanjutnya ia putus asa karena tidak mampu memenuhi apa yang sangat diinginkannya; ia bunuh diri dengan sebilah belati. Dari tetesan darahnya yang jatuh di dekat air, tumbuhlah bunga yang sampai sekarang dikenal dengan nama Narcissus. Dari penjelasan di atas, tergambar adanya kesulitan besar berhubungan dengan orang lain bila kita terlalu mengagumi diri sendiri. Kekaguman pada diri sendiri yang berlebihan membuat kita selalu lapar untuk memuaskan kebutuhan dan kepentingan diri sendiri, selalu mencari perhatian dan pujian, serta tidak peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.
John C. Nemiah, MD, profesor psikiatri dari Harvard Medical School dalam bukunya Foundations of Psychopathology menjelaskan istilah narsisme berasal dari kata Narcissus, nama seorang pemuda tampan dalam mitos Yunani kuno. Konon suatu hari Narcissus menangkap citra wajahnya pada permukaan air yang tenang di hutan, dan sontak ia jatuh cinta pada diri sendiri. Selanjutnya ia putus asa karena tidak mampu memenuhi apa yang sangat diinginkannya; ia bunuh diri dengan sebilah belati. Dari tetesan darahnya yang jatuh di dekat air, tumbuhlah bunga yang sampai sekarang dikenal dengan nama Narcissus. Dari penjelasan di atas, tergambar adanya kesulitan besar berhubungan dengan orang lain bila kita terlalu mengagumi diri sendiri. Kekaguman pada diri sendiri yang berlebihan membuat kita selalu lapar untuk memuaskan kebutuhan dan kepentingan diri sendiri, selalu mencari perhatian dan pujian, serta tidak peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.
Gangguan Kepribadian adalah pola-pola perilaku maladaptive
yang sifatnya kronis, dan sepenuhnya tidak merasakan gangguan (Meyer dan
Salmon, 1984). Beberapa ciri lain gangguan kepribadian antara lain adalah
kepribadian menjadi tidak fleksibel, tidak wajar atau tidak dewasa dalam
menghadapi stres dalam memecahkan masalah. Mereka umumnya tidak kehilangan
kontak dengan realitas dan tidak menunjukkan kekacauan perilaku yang mencolok
seperti pada penderita narsistik. Penderitaan ini biasanya dialami oleh para
remaja dan dapat berlangsung sepanjang hidup ( Atkinson dkk., 1992).
Gangguan kepribadian narsissistik (narcissistic
personality disorder) atau cinta pada diri sendiri digambarkan sebagai
orang yang memiliki rasa kepentingan diri yang melambung (gradiositas)
dan dipenuhi khayalan-khayalan sukses bahkan saat prestasi mereka biasa saja,
jatuh cinta pada dirinya sendiri karena merasa mempunyai diri yang unik, selalu
mencari pujian dan perhatian, serta tidak peka terhadap kebutuhan orang lain,
malahan justru seringkali mengeksplorasinya. ( Atkinson dkk., 1992).
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders – Fourth Edition) individu dapat dianggap mengalami
gangguan kepribadian narsissistik jika ia sekurang-kurangnya memiliki 5 (lima)
dari 9 (sembilan) ciri kepribadian sebagai berikut:
1. Merasa Diri Paling Hebat
2. Seringkali memiliki rasa
iri pada orang lain atau menganggap bahwa orang lain iri kepadanya (is often
envious of others or believes that others are envious of him or her).
3. Fantasi Kesuksesan &
Kepintaran
4. Sangat Ingin dikagumi (requires
excessive admiration).
5. Kurang empati (lacks
of empathy: is unwilling to recognize or identify with the feelings and needs
of others).
6. Merasa Layak Memperoleh
Keistimewaan (has a sense of entitlement).
7. Angkuh dan Sensitif
Terhadap Kritik (shows arrogant, haughty behavior or attitudes).
8. Kepercayaan Diri yang
Semu
9. Yakin bahwa dirinya
khusus, unik dan dapat dimengerti hanya oleh atau harus dengan orang atau
institusi yang khusus atau memiliki status tinggi.
KESIMPULAN
Dari keseluruhan keterangan di atas dapat
disimpulkan bahwa narsis berbeda dengan percaya diri.
Seseorang yang narsis memposisikan dirinya sebagai
objek, sementara seseorang yang percaya diri memposisikan dirinya sebagai
subjek. Seorang yang percaya diri tidak terlalu risau dengan ataupun tanpa
pujian orang lain karena kelebihan fisik yang dimiliki, dirasakan sebagai
anugerah Tuhan yang selalu disyukuri Seseorang yang percaya diri lebih fokus
kepada “kompetensi diri” ketimbang penampilan fisik.